Berikut ini merupakan contoh Soal Bahasa Indonesia tentang Mengidentifikasi Tokoh, Watak. Latar, dan Amanat dari Cerita Anak yang dapat kalian pelajari guna menambah wawasan pada pelajaran bahasa Indonesia tentang materi Mengidentifikasi Tokoh, Watak. Latar, dan Amanat dari Cerita Anak. Langsung saja kita pelajari secara singkat ulasan materi serta soal berikut ini.
Mengidentifikasi Tokoh, Watak. Latar, dan Amanat dari Cerita Anak
Cerpen atau cerita pendek adalah karangan yang melukiskan kehidupan seseorang secara umum atau inti cerita saja. Di dalam cerpen hanya dilukiskan kehidupan seseorang secara sepenggal saja, misalnya cerpen tentang cerita anak yang naik kelas, pergi ke kebun binatang atau pergi ke pantai.
Ciri-ciri cerpen adalah sebagai berikut.
- Ceritanya pendek sehingga kamu tidak butuh waktu lama untuk membacanya.
- Hanya ada satu pokok cerita sehingga pembaca tidak bingung.
- Tidak ada perubahan nasib tokoh. Artinya, jika menceritakan masa kecil maka saat dewasa tidak diceritakan.
- Cerita disajikan dari perkenalan tokoh lalu adanya masalah, kemudian penyelesaian masalah.
Setiap cerita tentu mempunyai unsur-unsur pendukungnya. Unsur-unsur pendukung cerita antara lain:
- tokoh, yaitu pelaku cerita. Pelaku cerita bisa manusia atau binatang.
- watak, yaitu kepribadian tokoh.
- latar, yaitu tempat terjadinya cerita.
- amanat, yaitu pesan yang ingin disampaikan penulis cerpen kepada pembaca.
Contoh cerpen
Kasus Caca Coco
Sahabatku Caca paling doyan makan cokelat. Setiap hari entah berapa bungkus cokelat habis dilahapnya. Caca bahkan telah bergurau bahwa darahnya telah berlumeran cokelat sehingga warnanya bukan merah lagi.
Ah, ada-ada saja, ya. Isi tas Caca pasti selalu ada cokelat. Caca pun masih menyelipkan beberapa cokelatnya di saku supaya ia bisa ngemil di mana-mana. Jadi, ya wajar bila teman-teman menjulukinya si Caca Coco. Tapi, tidak semua teman bisa mencicipi lezatnya cokelat Caca. Ia selalu pilih-pilih dan hanya memberi teman dekatnya saja, misalnya aku.
Nah, sudah hampir dua minggu lebih kuperhatikan Caca sering kebingungan. Ia sering tampak kesal dan bersikap ketus. Suatu hari seusai sekolah aku sedang memergokinya sedang sibuk memeriksa tiap laci di meja kelas. “Heh, kamu lagi cari apa, Ca?” tegurku penasaran. Kelas sudah kosong yang ada hanya kami berdua. ”Aku cari bungkus cokelat atau apalah sisa-sisanya ....” jawab Caca dengan wajah kesal.
”Aku yakin ada pencuri di kelas ini! Cokelat-cokelatku sering hilang dari dalam tas.”
“Yang betul, Ca? Mungkin kau lupa sudah memberinya ke teman. Atau malah sudah kau makan sendiri.” Kataku tak percaya. Caca mendesah lelah. Ia duduk dengan wajah muram.
“Tak mungkin, May. Aku tahu persis berapa jumlah cokelat yang kubawa setiap hari. Belakangan ini, setiap pulang sekolah, cokelat-cokelatku sering berkurang jumlahnya.
Hari ini saja sekantong cokelatku juga hilang. Aku jadi gemas ingin tahu siapa pelakunya.” Jelas Caca.
Caca lalu menceritakan awal peristiwa pencurian pertama. Saat itu, ia membawa sekantong cokelat asli dari Belgia. Aku ingat, saat itu ikut mencicipi cokelat kiriman Om Caca itu. Caca sama sekali tidak menawarkan pada teman yang lain. Saat itu, kulihat ada beberapa pasang mata yang memandang ke arah kami dengan rasa ingin. Sekantong cokelat itu pun hilang entah ke mana. Kemudian disusul dengan hilangnya sejumlah cokelat lainnya. Aku pun berpikir keras mencari cara menjebak pelaku pencurian itu. Akhirnya, aku menemukan cara yang bagus. Kujelaskan pada Caca. Caca tampak bersemangat. Maka, kami berdua sibuk menyiapkan jebakan tersebut.
Hari berikutnya, Caca sengaja menggembar-gemborkan bahwa ia telah membeli cokelat-cokelat yang istimewa dari mini market Miaw. Mini market itu terletak tidak jauh dari sekolah. Dengan gayanya yang sedikit heboh, aku yakin seisi kelas tahu Caca Coco telah membeli cokelat di mini market itu.
“May, cokelat itu hilang. Pencuri itu kembali beraksi.” desis Caca saat kami pulang.
“Oke, berarti pengintaian di mulai sore ini.” Kataku mantap.
Sore itu kami berdua menunggu di dekat mini market Miaw. Aku dan Caca memesan minuman di salah satu kedai sambil berpura-pura membaca majalah. Mata kami awas memperhatikan mini market itu. Tempat itu cukup strategis karena bisa melihat jelas ke dalam mini market.
“Bagaimana kalau pencuri itu tahu ini cuma jebakan, May?” Caca ragu.
“Ya, kita kan masih punya waktu seminggu lagi, Ca. Tenang dan Sabarlah. Aku yakin pencuri itu akan muncul,” kataku meyakinkan.
Benar saja, dari ujung jalan tampak seorang anak perempuan yang kami kenal. Ia berjalan santai, tangan kanannya menggenggam dompet. Iin! Aku dan Caca ternganga. Kami sama sekali tidak menduga. Iin itu pendiam dan tidak banyak tingkah. Orangnya juga sederhana dan lugu.
Iin masuk ke dalam mini market dan langsung menuju ke kasir. Ia tampak mengeluarkan sehelai kertas yang aku tahu itu adalah bungkus cokelat batang Caca. Ia kemudian berbicara, sambil menunjukkan bungkus cokelat itu kepada penjaga kasir. Dari mimik wajahnya, jelas kasir itu sangat keheranan. Kasir itu menggeleng-gelengkan kepala. Iin tampak ngotot sehingga kasir melambaikan tangan kepada rekannya yang lain.
Dua orang penjaga toko datang menghampiri. Mereka bergantian memeriksa ungkus cokelat itu dengan seksama. Lalu, salah seorang pelayan tampak membentak Iin seraya membuang bungkus cokelat itu. Kupikir mereka menuduh Iin sebagai penipu. Aku sedikit cemas, bagaimana kalau mereka melapor kepada polisi?
“Duh, May, galak amat, sih, si Bapak kumis itu.” gumam Caca tegang.
Syukurlah, petugas itu kemudian meninggalkannya. Iin pun memungut kertas bungkus itu lalu bergegas keluar. Jelas, ia amat terpukul. Matanya berkaca-kaca menahan tangis. Ia berjalan sambil memandangi bungkus tadi.
Pasti tulisan inilah yang dibacanya pada bagian dalam bungkus cokelat itu: Berhadiah langsung tanpa diundi Rp. 100.000,00. Tukarkan segera di tempat pembelian pada pukul 16.00 s/d 17.00. Promo ini berlaku hingga 11 Maret 2007. Aku meminta Omku yang bekerja di percetakan untuk mencetak label itu. Hasil cetakannya sangat meyakinkan. Buktinya, Iin terkecoh.
”Ayo, Ca, kita tangkap basah pelakunya sebelum jauh.” ajakku. Tapi, Caca malah menggeleng lemah. ”Nggak, May. Aku pikir ini tidak perlu diteruskan. Apapun alasan Iin mencuri cokelat-cokelatku, aku maafkan, deh. Sekarang, pasti dia merasa malu, takut, dan sedih. Aku nggak tega,” kata Caca pelan. ”Lagipula,” ia melanjutkan, “selama ini aku belum pernah menawari Iin sebatang cokelat pun. Mungkin dia jadi penasaran...”
Ah, alasan apapun hanya Iin yang tahu. Aku yakin, cepat atau lambat, Iin akan menyadari tipuan ini. Sementara, tampaknya Caca mulai sadar akan sifatnya yang pelit. Semoga saja semua akan berakhir dengan baik.
Sumber: Bobo, edisi 13 September 2007 hal. 6-7 (dengan pengubahan seperlunya)
Ayo, jawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini.
1. Sebutkan tokoh-tokoh dalam cerpen tersebut?
2. Sebutkan pula watak setiap tokoh dalam cepen tersebut!
3. Tentukan latar dalam cerpen tersebut!
4. Apa tema cerpen tersebut!
5. Amanat apa yang bisa kamu ambil dari cerpen tersebut?